Kisah Abu Dzar Al-Ghifari Sahabat Yang Membuat Rasullah Takjub

 

Nama asli Abu Dzar adalah Jundub bin Junadah bin Sakan, berasal dari suku Ghifar. Sebuah tempat yang amat jauh dari Makkah. Bila mendengar nama Ghifar, kala itu, maka orang akan bergidik ngeri, ini adalah sarang penyamun padang pasir.


Namun Allah SAW menunjukkan kuasanya. Dia membukakan hati kepada yang ingin diberi-Nya petunjuk. Entah dari mana Abu Dzar al-Ghifari mendengar Rasulullah SAW membawa ajaran Islam yang penuh rahmat.

Dengan keahliannya mencari informasi, ia mengetahui di mana Rasulullah SAW tinggal dan bagaimana kondisi Makkah kala itu. Kala itu, Islam baru diperkanalkan dan masih disebarkan dengan bisik-bisik. Pagi harinya, Abu Dzar mencari Rasulullah SAW yang kala itu sedang duduk sendirian.

Ia memasuki kota dengan menyamar seolah-olah hendak melakukan thawaf mengelilingi berhala-berhala di sekitar Ka'bah, atau seolah-olah musafir yang sesat dalam perjalanan, yang memerlukan istirahat dan menambah perbekalan.

Padahal seandainya orang-orang Makkah tahu bahwa kedatangannya itu untuk menjumpai Nabi Muhammad SAW dan mendengarkan keterangan beliau, pastilah mereka akan membunuhnya.

Ia terus melangkah sambil memasang telinga, dan setiap didengarnya orang mengatakan tentang Rasulullah, ia pun mendekat dan menyimak dengan hati-hati. Sehingga dari cerita yang tersebar di sana-sini, diperolehnya petunjuk yang dapat mengarahkannya ke kediaman Nabi Muhammad dan mempertemukannya dengan beliau.

Pada suatu pagi, lelaki itu, Abu Dzar Al-Ghifari, pergi ke tempat tersebut. Didapatinya Rasulullah sedang duduk seorang diri. Ia mendekat kemudian menyapa, "Selamat pagi, wahai kawan sebangsa."

"Wa alaikum salam, wahai sahabat," jawab Rasulullah.

"Bacakanlah kepadaku hasil gubahan anda!"

"Ia bukan syair hingga dapat digubah, tetapi Al-Qur'an yang mulia," kata Rasulullah, kemudian membacakan wahyu Allah SWT.

Tak berselang lama, Abu Dzar berseru, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bahwa bersaksi bahwa engkau adalah hamba dan utusan-Nya."

"Anda dari mana, kawan sebangsa?" tanya Rasulullah.

"Dari Ghifar," jawabnya.

Rasulullah SAW tersenyum dan wajahnya diliputi rasa kagum dan takjub. Abu Dzar juga tersenyum, karena ia mengetahui rasa terpendam di balik kekaguman Rasulullah setelah mendengar bahwa orang yang telah mengaku Islam di hadapannya secara terus terang itu adalah seorang laki-laki dari Ghifar.

Ghifar adalah suatu kabilah atau suku yang tidak ada taranya dalam soal menempuh jarak. Mereka jadi contoh perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan gelap gulita tak jadi soal bagi mereka. Dan celakalah orang yang kesasar atau jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam.

Rasulullah pun bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada yang disukainya..."

Benar, Allah menunjuki siapa saja yang Dia kehendaki. Abu Dzar adalah salah seorang yang dikehendaki-Nya memperoleh petunjuk, orang yang dipilih-Nya akan mendapat kebaikan. Ia termasuk orang yang pertama-tama masuk Islam. Urutannya di kalangan Muslimin adalah yang kelima atau keenam. Jadi ia telah memeluk agama itu di masa-masa awal, hingga keislamannya termasuk dalam barisan terdepan.

Lelaki yang bernama Jundub bin Junadah ini termasuk seorang radikal dan revolusioner. Telah menjadi watak dan tabiatnya menentang kebatilan di mana pun ia berada. Dan kini kebatilan itu nampak di hadapannya, berhala-berhala yang disembah oleh para pemujanya—orang-orang yang merendahkan kepala dan akal mereka.

Baru saja masuk Islam, ia sudah mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah. "Wahai Rasulullah, apa yang sebaiknya saya kerjakan menurut anda?"

"Kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!" jawab Rasulullah.

"Demi Tuhan yang menguasai jiwaku," kata Abu Dzar, "Saya takkan kembali sebelum meneriakkan Islam di depan Ka'bah."

Kemudian, Abu Dzar menuju Ka'bah dan berseru dengan sekeras-kerasnya, "Asyhadu allaa ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah,". Maka gemparlah Makkah.

Pembesar Makkah yang mengetahui itu langsung mengurung Abu Dzar. Ia lantas dipukuli sampai hampir mati.

Kemudian datanglah paman Nabi, Abbas bin Abu Thalib. Dia kemudian memeluk Abu Dzar dan berkata "Ada apa dengan kalian ini! Apakah kalian mau membunuh seorang dari kabilah Gifar? Padahal selama ini kalian berdagang dan berkomunikasi dengan dunia luar melewati daerah kekuasaan mereka?!".

Mendengar itu, pembesar Quraisy khawatir mereka akan diganggu dalam perjalanan perdagangan mereka. Sebab, jalur dagang mereka adalah wilayah kekuasaan kabilah Ghifar.

Kemudian Mereka  meninggalkan Abu Dzar al-Ghifari dan Abbas bin Abu Thalib

Namun tindakan nekatnya yang pertama itu tak membuat Abu Dzar kapok. Keesokan harinya, dia melihat ada dua perempuan yang tengah bertawaf mengelilingi berhala di Ka'bah.

Abu Dzar al-Ghifari kemudian berdiri dan mengadang keduanya. Kemudian, dengan sekeras-kerasnya, dia menghina berhala sejadi-jadinya.



Lalu aku dipukuli (sampai hampir mati) sama seperti kemarin, dan kembali Al Abbas menghampiri diriku dan menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku, dan dia berkata pada mereka sama seperti yang dia lakukan kemarin," kata Abu Dzar.

Melihat potensi bahaya sekaligus potensi positif keberanian Abu Dzar, Rasulullah lantas kembali memerintahkan agar Abu Dzar kembali ke kabilahnya untuk menyebarkan agama Islam di wilayah asalnya. Kali ini, Abu Dzar menurut dan segera berkemas.

Terbukti kemudian, Abu Dzar mampu mengislamkan nyaris seluruh kabilahnya yang gemar merampok. Tak hanya itu, Abu Dzar juga berkeliling ke kabilah-kabilah lain, salah satunya Aslam.

Pada periode awal penyebaran Islam. Abu Dzar menjadi sahabat penyebar Islam yang sangat berhasil. Rasulullah sangat menghargai dan menyayanginya

Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin telah berhijrah ke Madinah dan menetap di sana, pada suatu hari, barisan panjang yang terdiri atas para pengendara dan pejalan kaki menuju pinggiran kota. Kalau bukan karena takbir yang mereka teriakkan dengan suara bergemuruh, tentulah yang melihat akan menyangka mereka adalah pasukan tentara musyrik yang akan menyerang kota.

Begitu rombongan besar itu mendekat, lalu masuk ke dalam kota dan masuk ke Masjid Rasulullah, ternyata mereka tiada lain adalah kabilah Bani Ghifar. Semuanya telah masuk Islam tanpa kecuali; laki-laki, perempuan, orang tua, remaja dan anak-anak.

Rasulullah semakin takjub dan kagum. Rasulullah SAW bersabda, "Takkan pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar. Benar batinnya, benar juga lahirnya. Benar akidahnya, benar juga ucapannya."

Pada suatu ketika, Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan kepadanya. "Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil upeti untuk diri mereka?"

Ia menjawab, "Demi Allah yang telah mengutus anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedangku!"

"Maukah kau kutunjukkan jalan yang lebih baik dari itu? Bersabarlah hingga kau menemuiku!"

Ketika kepemimpinan Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin telah berlalu, dan godaan harta mulai menjangkiti para pembesar dan penguasa Islam, Abu Dzar turun tangan. Ia pergi ke pusat-pusat kekuasaan dan gudang harta, dengan lisannya yang tajam dan benar untuk merubah sikap dan mental mereka satu per satu.

Nama Abu Dzar bagaikan terbang ke sana, dan tak satu pun daerah yang dilaluinya, bahkan walaupun baru namanya yang sampai ke sana, sudah menimbulkan rasa takut dan ngeri pihak penguasa dan golongan berharta yang berlaku curang.

Abu Dzar mengakhiri hidupnya di tempat sunyi bernama Rabadzah, pinggiran Madinah. Ketika menghadapi sakaratul maut, istrinya menangis di sisinya. Ia bertanya, "Apa yang kau tangiskan, padahal maut itu pasti datang?"

Istrinya menjawab, "Karena engkau akan meninggal, padahal kita tidak mempunyai kain kafan untukmu!"

"Janganlah menangis," kata Abu Dzar, "Pada suatu hari, ketika aku berada di majelis Rasulullah bersama beberapa sahabat, aku mendengar beliau bersabda, 'Pastilah ada salah seorang di antara kalian yang akan meninggal di padang pasir liar, dan disaksikan oleh serombongan orang beriman.'

Semua yang ada di majelis itu sudah meninggal di kampung, di hadapan kaum Muslimin. Tak ada lagi yang masih hidup selain aku. Inilah aku sekarang, menghadapi sakaratul maut di padang pasir. Maka perhatikanlah jalan itu, siapa tahu kalau rombongan orang-orang beriman itu sudah datang. Demi Allah, aku tidak bohong, dan tidak juga dibohongi!"

Ruhnya pun kembali ke hadirat Ilahi... Dan benarlah, ada rombongan kaum Muslimin yang lewat yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas'ud. Sebelum sampai ke tujuan, Ibnu Mas'ud melihat sosok tubuh terbujur kaku, sedang di sisinya terdapat seorang wanita tua dan seorang anak kecil, kedua-duanya menangis.

Ketika pandangan Ibnu Mas'ud jatuh ke mayat tersebut, ternyata Abu Dzar Al-Ghifari. Lalu Ibnu Mas’ud menangis,Air matanya mengucur deras. Di hadapan jenazah itu, Ibnu Mas'ud berkata, "Benarlah ucapan Rasulullah, anda berjalan sendirian, mati sendirian, dan dibangkitkan kembali seorang diri!"

 

Posting Komentar untuk "Kisah Abu Dzar Al-Ghifari Sahabat Yang Membuat Rasullah Takjub"