Sekitar
tahun 1345 Masehi, Ibnu Battutah, seorang penjelajah muslim terkenal asal
Maroko berlabuh di Kerajaan Samudera Pasai, yang merupakan kerajaan Islam
pertama di Nusantara, setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar (sekarang
masuk wilayah Myanmar).
Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battutah
menggambarkan Samudera Pasai sebagai kota besar yang sangat indah, dengan dikelilingi
dinding dan menara kayu. Perdagangan di daerah itu juga sangat maju, ditandai
dengan penggunaan mata uang emas. Namun yang lebih membuat takjub sang
penjelajah itu adalah sosok pemimpin yang saat itu memerintah Samudra Pasai,
Sultan Malikul Dhahir. Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah
menggambarkan Sultan Malikul Dhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah,
rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah
menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap jemawa.
Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu
Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia
langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.
Kisah
kedermawanan penguasa Samudra Pasai itu merupakan satu dari sekian banyak kisah
dari negeri-negeri yang pernah dikunjungi oleh Ibnu Battutah dalam
perjalanannya. separuh hidup Ibnu Battutah dihabiskan dalam pengembaraan
mengelilingi belahan timur bumi. Terkadang dia mengikuti rombongan unta, di lain
waktu dia menumpang kapal, dan tak jarang Ibnu Battutah juga berjalan kaki
untuk mencapai negeri tujuannya.
Selama 29 tahun, Ibnu Battutah telah berkelana
ke lebih dari 40 negara. Kisah-kisah perjalanannya itu kemudian ditulis menjadi
sebuah buku berjudul Rihla Ibnu Batutah. Bagi banyak sejarawan, Rihlah menjadi
salah satu sumber pengetahuan, untuk mengetahui seperti apa kehidupan pada abad
ke-14.
Ibnu
Battutah lahir di Tangier, Maroko, dari keluarga yang terpandang dan
berpendidikan. Pada tahun 1325 Masehi, ketika berusia 21 tahun, dia
meninggalkan kampung halamannya menuju Mekkah, untuk menunaikan ibadah Haji, selain
juga untuk mempelajari Islam lebih dalam lagi.
"Aku
memulai perjalanan itu sendirian, tanpa ada rekan musafir yang menemani
perjalanan, atau karavan pedagang tempat aku bisa menemukan keceriaan,"
kata Ibnu Battutah menggambarkan kisah awal mula perjalanannya dalam Rihla.
"Namun dalam diriku bersemayam gejolak dan hasrat luar biasa, yang
mendorongku untuk terus berjalan menuju Tanah Suci," tulis dia.
Pada
awal perjalanan, Ibnu Battutah mengendarai keledainya sendirian. Namun, ketika
sampai di daerah Afrika Utara, dia bertemu dengan rombongan lain yang juga akan
menunaikan Haji. Dalam perjalanan menuju Mekkah, dia menyempatkan diri singgah
sejenak di Mesir untuk mempelajari hukum Islam, dan untuk menjelajahi kota
Alexandria serta Kairo, yang dia sebut sebagai , " indah dan megah".
Ibnu
Battutah kemudian meneruskan perjalanan ke Mekkah, dan menunaikan ibadah Haji.
Perjalanannya bisa saja berhenti di situ, namun setelah selesai menunaikan
Haji, Ibnu Battutah justru memutuskan untuk menjelajahi negeri-negeri muslim
yang lain. Ibnu Battutah mengatakan, alasannya mengambil keputusan ini adalah
karena dia mendapatkan mimpi, yang mana dalam mimpinya dia dibawa terbang ke
timur oleh seekor burung raksasa, dan ditinggalkan di sana.
Seorang cendekiawan kemudian menerjemahkan makna mimpi itu kepada Ibnu Battutah. Dia mengatakan, mimpi itu berarti bahwa Ibnu Battutah akan pergi menjelajahi bumi. Keliling dunia Setelah memutuskan untuk mengunjungi setiap negeri-negeri yang ditinggali oleh umat Islam, Ibnu Battutah menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam perjalanan. Bersama karavan pedagang, dia berkunjung ke Persia dan Irak, lalu mengunjungi wilayah yang kini dikenal sebagai Azerbaijan. Dari sana, dia meneruskan perjalanan ke Mogadishu, lalu meneruskan petualangannya ke Kenya dan Tanzania.
Ibnu
batuah kemudian melanjutkan perjalanan ke Turki, dan akhirnya sampai di
Konstantinopel. Di kota itu, Ibnu Battutah menyempatkan diri mengunjungi Hagia
Sophia. Setelah beberapa bulan singgah di Konstantinopel, Ibnu Battutah
meneruskan perjalanan menuju India, dan akhirnya tiba di kota Delhi pada 1334.
Di sana, Ibnu Battutah mendapat pekerjaan sebagai hakim, di bawah kepemimpinan
Sultan Muhammad Tughluq.
Kemudian
pada 1341, Sultan mengirimnya ke China sebagai utusan. Bersemangat akan tugas
itu, Ibnu Battutah segera berangkat bersama Kafilah, yang dipenuhi hadiah untuk negeri tujuan.
Meski demikian, perjalanan menuju China rupanya tidak mudah. Ibnu Battutah dan
rombongan dihadang serangkaian kesulitan dalam perjalanan tersebut. Sempat
terdampar di Maladewa cukup lama akibat badai, Ibnu Battutah kemudian
meneruskan perjalanan. Dia singgah sejenak di Sri Lanka, kemudian menumpang
kapal dagang melalui kawasan Asia Tenggara.
Pada
tahun 1345, setelah empat tahun meninggalkan India, Ibnu Battutah akhirnya
menginjakkan kaki di daratan China, tepatnya di pelabuhan Quanzhou. Akhir
perjalanan Setelah menjelajahi China, Ibnu Battutah akhirnya memutuskan untuk
kembali ke kampung halamannya di Maroko.
Pada tahun 1349, dia tiba di tempat
kelahirannya di Tangier. Pada saat itu, kedua orang tuanya telah meninggal
dunia. Sehingga Ibnu Battutah hanya tinggal sejenak di kampung halamannya,
sebelum memulai perjalanan ke Spanyol. Dari Spanyol, dia kemudian melanjutkan
perjalanan ke Timbuktu, yang berada di wilayah Kekaisaran Mali di Gurun Sahara.
Sepanjang perjalanannya itu, Ibnu Battutah tidak pernah menulis cerita atau
pengalaman yang dia alami. Namun, ketika pulang ke Maroko pada 1354, Sultan
negeri itu memerintahkannya untuk mengumpulkan kisah perjalanannya. Selama
setahun berikutnya, Ibnu Battutah menghabiskan waktu mendiktekan perjalanannya
kepada seorang penulis bernama Ibnu Juzayy.
Hasilnya adalah sebuah catatan sejarah lisan yang diberi judul Sebuah Hadiah bagi Mereka yang Merenungkan Keajaiban Kota dan Keindahan Bepergian, yang lebih dikenal sebagai Rihla (yang berarti perjalanan). Setelah Rihla selesai ditulis, Ibnu Batutah menghilang dari catatan sejarah. Ibnu Batutah
diyakini bekerja sebagai hakim di Maroko dan meninggal sekitar tahun 1368.
Posting Komentar untuk "Petualang Jagat raya Ibnu Batutah"